“Fido kelihatannya suka sama kamu Ney..”
Kata-kata itu masih terngiang ditelingaku sampai siang ini. Walau di mataku kelihatannya berjalan seperti biasanya tapi aku seperti berada dalam keadaan yang asing, yang jauh dari keadaan yang kita ciptakan di hari-hari sebelum aku tahu tentang Fido dari Rian tadi malam yang sempat mampir ke rumah mengantarkan bajuku dari butik untuk fetival music siang ini. Seakan aku baru terjaga dari mimpi saja, mereka bertiga bertingkah seperti ada suatu hal yang membuat kita terasa sangat tidak mengenal. Apa yang terjadi? Aku tak tahu atau aku tidak ingin tahu dan berusaha tidak menerima apa yang telah aku dengar dari Rian. Ya Tuhan lama kita bersama, berada dalam keadaan yang terhimpit, senang, sakit, berjuang dan berjalan mengarungi kehidupan musik, kehidupan yang sama-sama menjadi jawaban dari rasa penasaran kita tentang bagaimana kita bisa bebas melukiskan semua rasa melalui lagu-lagu kami. Yah.. kita ada lah sahabat, sahabat dalam dunia yang selalu kita gemari, yang membuat kiat bersama-sama sampai saat ini, dunia yang membuat aku juga terjebak dalam keadaan yang sulit aku bisa melaluinya.
Janji! Karena janji itulah yang membuat semua berubah seperti ini. Komitmen kita dari awal untuk tidak menjadikan persahabatan terhanyut oleh perasan cinta seakan membuat keadaan ini semakin menyesakkan dada. Fido, kenapa dia apa yang ia lihat dari sesosok Neyla, bukan aku tak ingin melihatnya seperti ini, berubah menyalahi janji yang kita buat bersama begitu bisa melangkahinya. Tapi aku haruskah menyalahkan Fido, apakah aku tidak munafik bila aku menyalahkan dia padahal aku sendiri sekian lama terseret arus dalam perjanjian yang aku diam-diam hianati sendiri. tidak!aku tidak menyalahi janji bukan aku yang menyalahi janji tapi janji itulah yang melangkahi aku, karena jauh sebelum janji itu di buat aku sudah mempunyai perasaan suka kepadanya. Aku mungkin lemah hingga aku tak bisa mengakuinya sampai aku menceburkan diri ke dalam sebuah janji yang makin membuatku terperosok ke dalam lubang yang sangat menyesakkan. Bertahun-tahun aku melawan keadaan ini, melawan sebuah janji yang sebenarnya berat untuk aku jalani, bertahun-tahun pula aku mencoba mengingkari, menghindar dari perasaanku padanya hanya karena sebuah janji. Aku pernah kalut aku pernah putus asa, bahkan aku sebenarnya sangat merana bila mengingatnya. Tapi kenapa harus Fido, kenapa ini.
“Yah kita sambut penampilan band berikutnya yang sudah tidak asing untuk kita, X-Fun dari Rian serombongan khusus untuk kita di penghujung kebersamaan..”
Aku di kagetkan suara si April MC dari kelas IPA menyerukan kepada kami untuk segera beraksi ke panggung. Rian menggenggam tanganku erat menuju ke panggung, sedikit menyeret karena ia tahu aku nampak murung dari semenjak memasuki ruang ganti, tangannya yang agak berkeringat terus menggandengku ke atas panggung. Aku tak bisa menolaknya tapi sebenarnya aku tidak mampu juga menerima perlakuannya ini. Bagaimana dengan Fido, aku meliriknya ia tak berekpresi malah ia alihkan pandangannya ke Okan yang sudah menyiapkan duduknya dan mulai menggebuk drum.
“Ney, ini penampilan kita terakhir di sekolah, kasih yang terbaik jangan manyun gitu, aku tahu perpisahan itu menyakitkan tapi setidaknya kita semua lulus itu yang kita cari selama belajar di bangku SMA kan?” Kata Rian setengah berbisik di telingaku.Ia belum melepaskan tanganku, aku hanya menyapu pandanganku ke arah penonton yang sudah riuh memberikan aplausnya, yaah mungkin inilah lagu terakhir yang akan aku berikan untuk mereka, dan mungkin memang ini yang akan aku buat untuk mejadi moment terakhir bersama Okan, Rian dan Fido.
“Thanks Rian aku sedikit nervous” elakkku, Rian mempererat genggaman tangannya, mencoba memberikan kekuatan padaku, seakan ia tak memperdulikan ratusan teman-teman berkicau tak karuan, meneriaki kami, aku semakin sakit saperti ini, kulirik Fido ia masih dingin tertunduk mencoba senar bassnya sebelum kita benar-benar siap mengalunkan jiwa musik kami.
Rian melepaskan genggamannya, aku sedikit bisa bernafas lega, untuk kesekian kalinya ku tatap Fido, sekali lagi ia tidak berekspresi. Kulihat Rian sudah memainkan gitarnya kuraih mike yang di letakkan April didekat Rian. Yah kali ini kita hanya berjarak kurang dari 30 centi, agak sedikit serak mungkin suaraku tapi menurutku malah membuatku sedikit lebih seksi menyanyikan lagu yang di ciptakan oleh Rian sendiri.
Sakitku mungkin karena melihatmu
Berada didekatku tapi kutak bisa menyentuhmu
Andai kupunya berani
Sakitku mungkin bila tahu rasaku
Kau seakan jauh tapi sebenarnya kau dekat disini, dihati..
Andai kau punya rasa ini
Sakitku mungkin bila menahan ini.
Kau bebani jiwaku tentang cintaku untukmu
Andai kupunya kekuatan tuk jalani
Semuanya lebih sakit
Menyimpan segala perasaan ini
Andai ku berani, kau punya rasa untuk mau menjalani
Tak ada yang lebih sakit dari jauh darimu
Bait-bait itu aku alunkan seirama dengan permainan melodinya Rian, aku begitu terhanyut karenanya, walaupun aku sedikit bergemuruh berada dalam keadaan seperti ini tapi suara degupan di dadaku mencipatakan suara yang aku lengkingkan menjadi lebih seksi. Apalagi aku berada dekat sekali dengan Rian, dan seakan tidak mau melewatkan ini Rian tidak memperdulikan sorakan teman-teman yang meledek kami, ia lebih sering menatapku, membuatku sedikit terdampatr dalam keramaian yang sebenarnya begitu sunyi untuk melalui kisah yang seperti ini.Aku tak berani menatap Fido lagi, entah bagaimana aku bisa gila seperti ini, aku tahu jika aku menikmati ini maka hasilku bersusah payah untuk menjalani janji itu akan terkikis sia-sia oleh kemuanfikan yang aku ciptakan sendiri. Aku tak mampu menatap Fido lagi, aku hanya begitu egois menikmati lagu inidi dekat Rian karena sepanjang perjalanan kebersamaan kami dari panggung ke panggung aku tidak pernah sedekat ini dengan Rian. Dan aku harus sedikit menyimpan rasa bersalahku atas janji karena sebentar lagi aku akan keluar dari janji ini, janji yang membuatku selalu merasakan keadaan yang sebenarnnya tidak aku inginkan.
Dua lagu sudah kami selesaikan kali ini aku kembali ke ruang ganti lebih dulu dari pada mereka bertiga. Tak dapat kusembunyikan tetesan air mata yang menghangatkan pipiku, aku menghapusnya perlahan, menahan sedikit rasa nyeri di dadaku. Rasa yang sulit aku lakukan.aku tidak ingin seperti ini, tidak mau berlama-lama dalam keadaan yang menyiksaku terus-menerus. Kulihat Fido sudah berada di dekatku.
“Ada apa Ney..?” tanyanya penuh keheranan. Ah Tuhan aku tak bisa menyembunyikannya. Aku hanya berpaling memalingkan pandangan dari Fido yang menatapku penuh keheranan.
“Ga papa do aku baik-baik aja kok” kataku lirih.
“Kamu yakin Ney?” desak Fido mencoba menatap kedua mataku. Aku hanya terpejam menyembunyikan sembulan bening yang mengaburkan pandanganku. Dalam keterpejamankupun tak bisa menutupi air mata ini, karena tetap saja ia menyeruak memberontak membanjiri kedua pipiku.
“Ok! Tenang Ney! Ini bukan akhir dari segalanya, girl jangan sensi gitu dunk, kamu masih punya kita bertiga, dan kamu harus tahu kalo perpisahan itu memang selalu ada ditiap pertemuan” kata Fido bijak. Yah! Perpisahan itu akan ada untuk kita. Gumanku dalam hati. Masih punya mereka? Apa yang dibilang Fido memang benar aku masih memiliki mereka, tapi bisakah aku menjalani kebersamaan kami, aku masih memiliki mereka jika mungkin tidak dalam keadaan yang seperti ini. Tapi masikah aku memiliki mereka jika aku ingin menghindari keadaan ini. Aku menghela nafas panjang dan Fido nampak diam di sebelahku. Tak lama kemudian Rian hadir, ia sedikit kaget aku lihat dari cara dia menatap kami berdua, tapi sungguh aku tidak peduli yang aku fikirkan hanya bagaimana aku bisa keluar dari lingkaran mereka.
“Upst! Sorry ganggu..” kata Rian kemudian ia berlalu meninggalkan kami. Fido tidak menjawab aku pun enggan berguman, kemudian Fido bergegas menyusul Rian yang tergesa-gesa kelaur dari ruang ganti.Aku hanya kembali termenung, tidak ada waktu untuk memikirkan sikap Rian barusan, dipikiranku hanya di penuhi bagaimana caranya aku bisa keluar dari semua ini.
Tak terasa hari sudah sore, mendung begitu pekat memenuhi langit di seluruh kota. Sekolah sudah sepi acara sudah buyar sejak 3 jam yang lalu. Dengan malasnya aku menghampiri Fido, Rian dan Okan yang berkumpul di depan perpustakaan. Semuanya diam menatapku, aku lebih-lebih tidak dapat berkata satu patah kata walau hanya sekedar menyapa mereka. Rian yang sebelumnya lebih bisa berbicara mencairkan keadaan kali ini ikut-ikutan mematung. Aku dengar Fido menghela nafas panjang.
“Ney aku sama Okan dah memutuskan menghapus kesepaktan janji yang telah kita buat selama ini..” kata Okan kemudian. Rian tersentak lebih-lebih aku. Aku tidak bisa mencerna ini semua. Permainan apa ini, tiba-tiba aku begitu muak melihat Fido pasti ia ingin melanggar janji ini karena ia menyukaiku seperti yang Rian katakan kemarin malam. Ya Tuhan, aku tidak bisa menerima keputusan untuk membuat janji seperti ini tapi untuk mengakhiri perjanjian dalam keadaan seperti ini aku lebih tidak bisa lagi. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi disaat Fido seperti itu, disaat aku merasakan perasaan yang selama ini sulit aku mengerti.
“Apa do, kamu mau mengakhiri semua kesepakatan kita bersama.” kataku sedikit meninggi.
“Yah..!” jawab Fido begitu entengnya. Wow mengakhiri ini hanya karena ia mulai tak sanggup melaluinya. Dia lebih egois dari penghianatanku tentang janji selama ini. Dia lebih egois ingin mengakhiri janji demi perasaannya sendiri, dan parahnya ia sudah bisa menggeret Okan untuk menyetujui usul gilanya itu.
“Kamu juga Okan, kamu juga sejalan dengan Fido?” tanyaku pada Okan.
“Ya Ney aku menyetujuinya itu yang terbaik.” jawabnya. Terbaik? Batinku. Terbaik untuk semua, terbaik untukku atau terbaik untuk Fido. Aku menatap Okan giris andai saja ia tahu pikiran Fido. Sayangnya hanya Rian yang tahu, dan tentunya aku juga.
Kutatap Rian, ia hanya menunduk. Aku jadi sangsi atas sikapnya yang ia tujukan bila seperti ini. Akankah ia akan menyetujuinya juga.
“Kamu Rian...?”
“Aku nggak tahu Ney,..”jawabnya lirih. Rian kenapa kau ini, batinku. Dengan kediamanmu kamu berarti akan membuangku jauh-juah dari sini. Dengan kamu mengikuti keputusan ini maka...
“Ok berarti memang kalian mengharapkan aku untuk mengakhiri janji ini, yah aku akan mengikuti keputusan ini, aku tidak akan pernah menganggap janji itu ada karena aku akan keluar dari band ini, menerima keputusan ini.” kataku lalu berlari meninggalkan mereka yang masih terbengong-bengong dengan keputusanku. Kupercepat langkahku meninggalkan perpusatakaan. Mendung ini sudah tidak dapat menahan muntahan hujannya ke bumi. Gerimis mengguyurku bersama pedihnya hatiku.
“Ney..dengerin Ney..”
“Ney..kamu apa-apan sih..” aku masih mendengar teriakan mereka. Teriakan Fido dan Okan. Aku tak peduli aku berlari menembus gerimis yang sudah menjadi deras hujan yang mengguyur tubuhku.Aku berlari menyeberangi lapangan yang sebagian sudah becek manampung air hujan.di tengah-tengah lapangan tiba-tiba seseorang menggapai tanganku. Mau tak mau aku menghentikan langkahku.
“Ney..kamu apa-apan sih”
“Aku nggak bisa menerima keputusa ini Rian.” kataku serak. Rian menatapku, ia genggam tanganku. Aku tak bisa menerima ini aku kira genggamannya tadi siang sudah cukup melumpuhkanku. Kutepiskan tangannya.
“Tapi kenapa Neyla, kamu tidak harus keluar dari band, kita akan bicarakan baik-baik” kata Rian meyakinkan.
“Aku sudah tidak sanggup Rian, aku sudah tidak sanggup berada diantara kalian dengan janji ataupun tanpa janji.”
“Janji itu dihapuskan karena ternyata ada yang tidak bisa menghapuskan rasa cintanya kepadamu, ada yang mencintaimu Neyla” telingaku panas mendengarnya. Rian kenapa dia sama dengan yang lainnya tidak mau mengerti aku.
“Paling tidak pikirkanlah band kita, kamu jangan egois..” sergah Rian lagi. Aku makin muak mendengarnya.
“Tapi aku tak bisa Rian, aku tidak bisa menerima cinta...”
“Yang mencintaimu adalah aku..” kata Rian memotong kata-kataku. Seakan aku tertimbun oleh jutaan mawar yang begitu wangi menyengat, mengharumkan di setiap sudut hatiku. Aku hanya bisa menelan ludah. Seolah tidak mempercayai ini semuanya, kutatap mata Rian yah! Aku melihat kesungguhan itu disana. Dimatanya...
“Fi..Fido” kataku terbata, yah aku sedikit kaget dengan ini semua. Rian tertawa..apanya yang lucu. Aku mengernyitkan dahi, mencoba mencerna apa yang aku katakan, aku kira tidak ada yang konyol. Dan Rian terus tertawa. Aku menunduk, tak tahu apa maksudnya tapi aku juga berdesir, bergetar halus merasakan semuanya.
“Fido tuh nggak suka sama kamu Ney, aku hanya ingin membaca hatimu, aku kira aku dapat jawabannya tadi malam, nyatanya... aku belum mendapatkan jawaban yang aku inginkan, Fido dan Okan mereka memutuskan semua ini untuk aku yah kalo kamu setuju untuk kita.” katanya sambil membelai rambutku. Ah mukaku merah karenanya.
Hujan semakin deras, semua berwarna putih kami seakan berada diantara awan-awan cantik di atas angkasa. Penglihatanku tak bisa lagi melihat gedung sekolah yang mengelilingi lapangan. Semua tertutup oleh lebatnya hujan. Dan semua berjalan begitu cepat, aku tak terasa atau aku memang terlalu merasakannya, tiba-tiba Rian mencium bibirku, aku hanya bisa terpejam mencoba merangkai arti dari semua ini. Seolah terlepas dari beban yang sekian lama kubawa, berhenti dari perjalanan panjang yang melelahkan, sekarang aku bisa melepasnya menikamati semuanya dengan rasa lega. Bibir itu terasa hangat dan jujur aku sangat menikmatinya. Semuanya terasa lebih indah bila lama seperti ini. Saat ia melepaskan bibirku aku ingin mengatakan sesuatu.
“Rian aku...”
“Sudahlah kamu tidak perlu menjawabnya aku sudah tahu, kalau di hatimu ada aku, kamu tidak pandai untuk menyembunyikannya Ney, dari caramu menyanyikan laguku tadi, aku bisa merasakan cinta disini.” katanya sambil menunjuk ke hatiku. Aku tersenyum malu, menyembunyikan perasaan ini memang tidak mudah. Dan tanpa sadar lagi aku menerima kecupannya untuk kedua kalinya sampai suara Okan dan Fido mengagetkan kami. Mereka berlarian menembus dinding awan yang di bentuk hujan di sekeliling kami. Berlarian dengan wajah penuh kecemasan. Aku dan Rian hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Rian tanpa sungkan menggandeng tanganku, menggenggamnya erat. Okan dan Fido berhenti tepat didepan kami saling bertatapan, mendelik kemudian tertawa bersamaan.
“Kayaknya, kita salah mencemaskan mereka do, lihatlah sebentar lagi lagu baru tentang cinta mereka akan membuat bosan acara manggung kita.” kata Okan kemudian. Kami berempat tertawa bersamaan.
“Jadi keluar Ney?” tanya Fido meledekku. Rian menatapku kemudian tertawa lirih.
Kami berjalan menembus awan hujan bersama-sama kami akan meraih cita dan tentu cinta. Rian menggenggam erat tanganku dengan eratnya. Ada kedamaian yang tercipta seperti ini. Aku tak bisa membayangkannya jika kita kelak akan bubar seperti kisah band yang sudah sering menjadi kebiasaan bila sudah di atas ketenaran. Semoga ini tidak terjadi kepada kami.Percayalah, kami bisa mengerti tentang arti sebuah janji.Diantara candaan Okan dan Fido Rian membisikiku
“Jangan lepaskan aku Ney, love you honey” mataku mengahangat, satu keinginan yang tak bisa kutahan, menangis karena cinta atau menangis karena bahagia. Yang aku tak tahu apa bedanya???
Kata-kata itu masih terngiang ditelingaku sampai siang ini. Walau di mataku kelihatannya berjalan seperti biasanya tapi aku seperti berada dalam keadaan yang asing, yang jauh dari keadaan yang kita ciptakan di hari-hari sebelum aku tahu tentang Fido dari Rian tadi malam yang sempat mampir ke rumah mengantarkan bajuku dari butik untuk fetival music siang ini. Seakan aku baru terjaga dari mimpi saja, mereka bertiga bertingkah seperti ada suatu hal yang membuat kita terasa sangat tidak mengenal. Apa yang terjadi? Aku tak tahu atau aku tidak ingin tahu dan berusaha tidak menerima apa yang telah aku dengar dari Rian. Ya Tuhan lama kita bersama, berada dalam keadaan yang terhimpit, senang, sakit, berjuang dan berjalan mengarungi kehidupan musik, kehidupan yang sama-sama menjadi jawaban dari rasa penasaran kita tentang bagaimana kita bisa bebas melukiskan semua rasa melalui lagu-lagu kami. Yah.. kita ada lah sahabat, sahabat dalam dunia yang selalu kita gemari, yang membuat kiat bersama-sama sampai saat ini, dunia yang membuat aku juga terjebak dalam keadaan yang sulit aku bisa melaluinya.
Janji! Karena janji itulah yang membuat semua berubah seperti ini. Komitmen kita dari awal untuk tidak menjadikan persahabatan terhanyut oleh perasan cinta seakan membuat keadaan ini semakin menyesakkan dada. Fido, kenapa dia apa yang ia lihat dari sesosok Neyla, bukan aku tak ingin melihatnya seperti ini, berubah menyalahi janji yang kita buat bersama begitu bisa melangkahinya. Tapi aku haruskah menyalahkan Fido, apakah aku tidak munafik bila aku menyalahkan dia padahal aku sendiri sekian lama terseret arus dalam perjanjian yang aku diam-diam hianati sendiri. tidak!aku tidak menyalahi janji bukan aku yang menyalahi janji tapi janji itulah yang melangkahi aku, karena jauh sebelum janji itu di buat aku sudah mempunyai perasaan suka kepadanya. Aku mungkin lemah hingga aku tak bisa mengakuinya sampai aku menceburkan diri ke dalam sebuah janji yang makin membuatku terperosok ke dalam lubang yang sangat menyesakkan. Bertahun-tahun aku melawan keadaan ini, melawan sebuah janji yang sebenarnya berat untuk aku jalani, bertahun-tahun pula aku mencoba mengingkari, menghindar dari perasaanku padanya hanya karena sebuah janji. Aku pernah kalut aku pernah putus asa, bahkan aku sebenarnya sangat merana bila mengingatnya. Tapi kenapa harus Fido, kenapa ini.
“Yah kita sambut penampilan band berikutnya yang sudah tidak asing untuk kita, X-Fun dari Rian serombongan khusus untuk kita di penghujung kebersamaan..”
Aku di kagetkan suara si April MC dari kelas IPA menyerukan kepada kami untuk segera beraksi ke panggung. Rian menggenggam tanganku erat menuju ke panggung, sedikit menyeret karena ia tahu aku nampak murung dari semenjak memasuki ruang ganti, tangannya yang agak berkeringat terus menggandengku ke atas panggung. Aku tak bisa menolaknya tapi sebenarnya aku tidak mampu juga menerima perlakuannya ini. Bagaimana dengan Fido, aku meliriknya ia tak berekpresi malah ia alihkan pandangannya ke Okan yang sudah menyiapkan duduknya dan mulai menggebuk drum.
“Ney, ini penampilan kita terakhir di sekolah, kasih yang terbaik jangan manyun gitu, aku tahu perpisahan itu menyakitkan tapi setidaknya kita semua lulus itu yang kita cari selama belajar di bangku SMA kan?” Kata Rian setengah berbisik di telingaku.Ia belum melepaskan tanganku, aku hanya menyapu pandanganku ke arah penonton yang sudah riuh memberikan aplausnya, yaah mungkin inilah lagu terakhir yang akan aku berikan untuk mereka, dan mungkin memang ini yang akan aku buat untuk mejadi moment terakhir bersama Okan, Rian dan Fido.
“Thanks Rian aku sedikit nervous” elakkku, Rian mempererat genggaman tangannya, mencoba memberikan kekuatan padaku, seakan ia tak memperdulikan ratusan teman-teman berkicau tak karuan, meneriaki kami, aku semakin sakit saperti ini, kulirik Fido ia masih dingin tertunduk mencoba senar bassnya sebelum kita benar-benar siap mengalunkan jiwa musik kami.
Rian melepaskan genggamannya, aku sedikit bisa bernafas lega, untuk kesekian kalinya ku tatap Fido, sekali lagi ia tidak berekspresi. Kulihat Rian sudah memainkan gitarnya kuraih mike yang di letakkan April didekat Rian. Yah kali ini kita hanya berjarak kurang dari 30 centi, agak sedikit serak mungkin suaraku tapi menurutku malah membuatku sedikit lebih seksi menyanyikan lagu yang di ciptakan oleh Rian sendiri.
Sakitku mungkin karena melihatmu
Berada didekatku tapi kutak bisa menyentuhmu
Andai kupunya berani
Sakitku mungkin bila tahu rasaku
Kau seakan jauh tapi sebenarnya kau dekat disini, dihati..
Andai kau punya rasa ini
Sakitku mungkin bila menahan ini.
Kau bebani jiwaku tentang cintaku untukmu
Andai kupunya kekuatan tuk jalani
Semuanya lebih sakit
Menyimpan segala perasaan ini
Andai ku berani, kau punya rasa untuk mau menjalani
Tak ada yang lebih sakit dari jauh darimu
Bait-bait itu aku alunkan seirama dengan permainan melodinya Rian, aku begitu terhanyut karenanya, walaupun aku sedikit bergemuruh berada dalam keadaan seperti ini tapi suara degupan di dadaku mencipatakan suara yang aku lengkingkan menjadi lebih seksi. Apalagi aku berada dekat sekali dengan Rian, dan seakan tidak mau melewatkan ini Rian tidak memperdulikan sorakan teman-teman yang meledek kami, ia lebih sering menatapku, membuatku sedikit terdampatr dalam keramaian yang sebenarnya begitu sunyi untuk melalui kisah yang seperti ini.Aku tak berani menatap Fido lagi, entah bagaimana aku bisa gila seperti ini, aku tahu jika aku menikmati ini maka hasilku bersusah payah untuk menjalani janji itu akan terkikis sia-sia oleh kemuanfikan yang aku ciptakan sendiri. Aku tak mampu menatap Fido lagi, aku hanya begitu egois menikmati lagu inidi dekat Rian karena sepanjang perjalanan kebersamaan kami dari panggung ke panggung aku tidak pernah sedekat ini dengan Rian. Dan aku harus sedikit menyimpan rasa bersalahku atas janji karena sebentar lagi aku akan keluar dari janji ini, janji yang membuatku selalu merasakan keadaan yang sebenarnnya tidak aku inginkan.
Dua lagu sudah kami selesaikan kali ini aku kembali ke ruang ganti lebih dulu dari pada mereka bertiga. Tak dapat kusembunyikan tetesan air mata yang menghangatkan pipiku, aku menghapusnya perlahan, menahan sedikit rasa nyeri di dadaku. Rasa yang sulit aku lakukan.aku tidak ingin seperti ini, tidak mau berlama-lama dalam keadaan yang menyiksaku terus-menerus. Kulihat Fido sudah berada di dekatku.
“Ada apa Ney..?” tanyanya penuh keheranan. Ah Tuhan aku tak bisa menyembunyikannya. Aku hanya berpaling memalingkan pandangan dari Fido yang menatapku penuh keheranan.
“Ga papa do aku baik-baik aja kok” kataku lirih.
“Kamu yakin Ney?” desak Fido mencoba menatap kedua mataku. Aku hanya terpejam menyembunyikan sembulan bening yang mengaburkan pandanganku. Dalam keterpejamankupun tak bisa menutupi air mata ini, karena tetap saja ia menyeruak memberontak membanjiri kedua pipiku.
“Ok! Tenang Ney! Ini bukan akhir dari segalanya, girl jangan sensi gitu dunk, kamu masih punya kita bertiga, dan kamu harus tahu kalo perpisahan itu memang selalu ada ditiap pertemuan” kata Fido bijak. Yah! Perpisahan itu akan ada untuk kita. Gumanku dalam hati. Masih punya mereka? Apa yang dibilang Fido memang benar aku masih memiliki mereka, tapi bisakah aku menjalani kebersamaan kami, aku masih memiliki mereka jika mungkin tidak dalam keadaan yang seperti ini. Tapi masikah aku memiliki mereka jika aku ingin menghindari keadaan ini. Aku menghela nafas panjang dan Fido nampak diam di sebelahku. Tak lama kemudian Rian hadir, ia sedikit kaget aku lihat dari cara dia menatap kami berdua, tapi sungguh aku tidak peduli yang aku fikirkan hanya bagaimana aku bisa keluar dari lingkaran mereka.
“Upst! Sorry ganggu..” kata Rian kemudian ia berlalu meninggalkan kami. Fido tidak menjawab aku pun enggan berguman, kemudian Fido bergegas menyusul Rian yang tergesa-gesa kelaur dari ruang ganti.Aku hanya kembali termenung, tidak ada waktu untuk memikirkan sikap Rian barusan, dipikiranku hanya di penuhi bagaimana caranya aku bisa keluar dari semua ini.
Tak terasa hari sudah sore, mendung begitu pekat memenuhi langit di seluruh kota. Sekolah sudah sepi acara sudah buyar sejak 3 jam yang lalu. Dengan malasnya aku menghampiri Fido, Rian dan Okan yang berkumpul di depan perpustakaan. Semuanya diam menatapku, aku lebih-lebih tidak dapat berkata satu patah kata walau hanya sekedar menyapa mereka. Rian yang sebelumnya lebih bisa berbicara mencairkan keadaan kali ini ikut-ikutan mematung. Aku dengar Fido menghela nafas panjang.
“Ney aku sama Okan dah memutuskan menghapus kesepaktan janji yang telah kita buat selama ini..” kata Okan kemudian. Rian tersentak lebih-lebih aku. Aku tidak bisa mencerna ini semua. Permainan apa ini, tiba-tiba aku begitu muak melihat Fido pasti ia ingin melanggar janji ini karena ia menyukaiku seperti yang Rian katakan kemarin malam. Ya Tuhan, aku tidak bisa menerima keputusan untuk membuat janji seperti ini tapi untuk mengakhiri perjanjian dalam keadaan seperti ini aku lebih tidak bisa lagi. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi disaat Fido seperti itu, disaat aku merasakan perasaan yang selama ini sulit aku mengerti.
“Apa do, kamu mau mengakhiri semua kesepakatan kita bersama.” kataku sedikit meninggi.
“Yah..!” jawab Fido begitu entengnya. Wow mengakhiri ini hanya karena ia mulai tak sanggup melaluinya. Dia lebih egois dari penghianatanku tentang janji selama ini. Dia lebih egois ingin mengakhiri janji demi perasaannya sendiri, dan parahnya ia sudah bisa menggeret Okan untuk menyetujui usul gilanya itu.
“Kamu juga Okan, kamu juga sejalan dengan Fido?” tanyaku pada Okan.
“Ya Ney aku menyetujuinya itu yang terbaik.” jawabnya. Terbaik? Batinku. Terbaik untuk semua, terbaik untukku atau terbaik untuk Fido. Aku menatap Okan giris andai saja ia tahu pikiran Fido. Sayangnya hanya Rian yang tahu, dan tentunya aku juga.
Kutatap Rian, ia hanya menunduk. Aku jadi sangsi atas sikapnya yang ia tujukan bila seperti ini. Akankah ia akan menyetujuinya juga.
“Kamu Rian...?”
“Aku nggak tahu Ney,..”jawabnya lirih. Rian kenapa kau ini, batinku. Dengan kediamanmu kamu berarti akan membuangku jauh-juah dari sini. Dengan kamu mengikuti keputusan ini maka...
“Ok berarti memang kalian mengharapkan aku untuk mengakhiri janji ini, yah aku akan mengikuti keputusan ini, aku tidak akan pernah menganggap janji itu ada karena aku akan keluar dari band ini, menerima keputusan ini.” kataku lalu berlari meninggalkan mereka yang masih terbengong-bengong dengan keputusanku. Kupercepat langkahku meninggalkan perpusatakaan. Mendung ini sudah tidak dapat menahan muntahan hujannya ke bumi. Gerimis mengguyurku bersama pedihnya hatiku.
“Ney..dengerin Ney..”
“Ney..kamu apa-apan sih..” aku masih mendengar teriakan mereka. Teriakan Fido dan Okan. Aku tak peduli aku berlari menembus gerimis yang sudah menjadi deras hujan yang mengguyur tubuhku.Aku berlari menyeberangi lapangan yang sebagian sudah becek manampung air hujan.di tengah-tengah lapangan tiba-tiba seseorang menggapai tanganku. Mau tak mau aku menghentikan langkahku.
“Ney..kamu apa-apan sih”
“Aku nggak bisa menerima keputusa ini Rian.” kataku serak. Rian menatapku, ia genggam tanganku. Aku tak bisa menerima ini aku kira genggamannya tadi siang sudah cukup melumpuhkanku. Kutepiskan tangannya.
“Tapi kenapa Neyla, kamu tidak harus keluar dari band, kita akan bicarakan baik-baik” kata Rian meyakinkan.
“Aku sudah tidak sanggup Rian, aku sudah tidak sanggup berada diantara kalian dengan janji ataupun tanpa janji.”
“Janji itu dihapuskan karena ternyata ada yang tidak bisa menghapuskan rasa cintanya kepadamu, ada yang mencintaimu Neyla” telingaku panas mendengarnya. Rian kenapa dia sama dengan yang lainnya tidak mau mengerti aku.
“Paling tidak pikirkanlah band kita, kamu jangan egois..” sergah Rian lagi. Aku makin muak mendengarnya.
“Tapi aku tak bisa Rian, aku tidak bisa menerima cinta...”
“Yang mencintaimu adalah aku..” kata Rian memotong kata-kataku. Seakan aku tertimbun oleh jutaan mawar yang begitu wangi menyengat, mengharumkan di setiap sudut hatiku. Aku hanya bisa menelan ludah. Seolah tidak mempercayai ini semuanya, kutatap mata Rian yah! Aku melihat kesungguhan itu disana. Dimatanya...
“Fi..Fido” kataku terbata, yah aku sedikit kaget dengan ini semua. Rian tertawa..apanya yang lucu. Aku mengernyitkan dahi, mencoba mencerna apa yang aku katakan, aku kira tidak ada yang konyol. Dan Rian terus tertawa. Aku menunduk, tak tahu apa maksudnya tapi aku juga berdesir, bergetar halus merasakan semuanya.
“Fido tuh nggak suka sama kamu Ney, aku hanya ingin membaca hatimu, aku kira aku dapat jawabannya tadi malam, nyatanya... aku belum mendapatkan jawaban yang aku inginkan, Fido dan Okan mereka memutuskan semua ini untuk aku yah kalo kamu setuju untuk kita.” katanya sambil membelai rambutku. Ah mukaku merah karenanya.
Hujan semakin deras, semua berwarna putih kami seakan berada diantara awan-awan cantik di atas angkasa. Penglihatanku tak bisa lagi melihat gedung sekolah yang mengelilingi lapangan. Semua tertutup oleh lebatnya hujan. Dan semua berjalan begitu cepat, aku tak terasa atau aku memang terlalu merasakannya, tiba-tiba Rian mencium bibirku, aku hanya bisa terpejam mencoba merangkai arti dari semua ini. Seolah terlepas dari beban yang sekian lama kubawa, berhenti dari perjalanan panjang yang melelahkan, sekarang aku bisa melepasnya menikamati semuanya dengan rasa lega. Bibir itu terasa hangat dan jujur aku sangat menikmatinya. Semuanya terasa lebih indah bila lama seperti ini. Saat ia melepaskan bibirku aku ingin mengatakan sesuatu.
“Rian aku...”
“Sudahlah kamu tidak perlu menjawabnya aku sudah tahu, kalau di hatimu ada aku, kamu tidak pandai untuk menyembunyikannya Ney, dari caramu menyanyikan laguku tadi, aku bisa merasakan cinta disini.” katanya sambil menunjuk ke hatiku. Aku tersenyum malu, menyembunyikan perasaan ini memang tidak mudah. Dan tanpa sadar lagi aku menerima kecupannya untuk kedua kalinya sampai suara Okan dan Fido mengagetkan kami. Mereka berlarian menembus dinding awan yang di bentuk hujan di sekeliling kami. Berlarian dengan wajah penuh kecemasan. Aku dan Rian hanya tersenyum melihat tingkah mereka. Rian tanpa sungkan menggandeng tanganku, menggenggamnya erat. Okan dan Fido berhenti tepat didepan kami saling bertatapan, mendelik kemudian tertawa bersamaan.
“Kayaknya, kita salah mencemaskan mereka do, lihatlah sebentar lagi lagu baru tentang cinta mereka akan membuat bosan acara manggung kita.” kata Okan kemudian. Kami berempat tertawa bersamaan.
“Jadi keluar Ney?” tanya Fido meledekku. Rian menatapku kemudian tertawa lirih.
Kami berjalan menembus awan hujan bersama-sama kami akan meraih cita dan tentu cinta. Rian menggenggam erat tanganku dengan eratnya. Ada kedamaian yang tercipta seperti ini. Aku tak bisa membayangkannya jika kita kelak akan bubar seperti kisah band yang sudah sering menjadi kebiasaan bila sudah di atas ketenaran. Semoga ini tidak terjadi kepada kami.Percayalah, kami bisa mengerti tentang arti sebuah janji.Diantara candaan Okan dan Fido Rian membisikiku
“Jangan lepaskan aku Ney, love you honey” mataku mengahangat, satu keinginan yang tak bisa kutahan, menangis karena cinta atau menangis karena bahagia. Yang aku tak tahu apa bedanya???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar